Kapolri Jenderal Idham Azis akan memasuki masa pensiun pada Januari 2021. Jika tidak ada kendala dan hambatan, Presiden Jokowi akan segera menunjuk suksesor Idham dan menjalani fit and proper di DPR RI.
Ketika dilantik Jokowi, Idham sudah menegaskan hanya akan menjabat sebagai Kapolri selama 14 bulan. Dia tidak ingin jabatannya diperpanjang.
"Saya yakinkan 14 bulan kemudian saya pensiun. Banyak yang bilang saya diperpanjang, saya tidak. Saya tidak mau diperpanjang, saya tidak mau variasi," kata Idham pada 6 November 2019.
Kini, 2 bulan jelang pensiun, mulai ramai dibahas siapa calon pengganti Idham sebagai orang nomor satu di Korps Bhayangkara. Idealnya, calon Kapolri minimal berpangkat bintang tiga atau Komisaris Jenderal.
Sejauh ini, ada beberapa sosok yang memiliki pangkat Komjen di struktur Polri yakni Wakapolri Komjen Gatot Eddy (Akpol 88), Kabareskrim Komjen Listyo Sigit (Akpol 91), Kabaharkam Komjen Agus Andrianto (Akpol 89).
Kemudian Kepala BNPT Komjen Boy Rafli (Akpol 88), Kabaintelkam Komjen Rycko Amelza (Akpol 88), Irwasum Polri Komjen Agung Budi (Akpol 87) dan Kalemdikpol Komjen Arief Sulistyanto (Akpol 87).
Akan tetapi, bukan tidak mungkin pejabat yang saat ini memiliki pangkat bintang dua atau Inspektur Jenderal bisa menjadi Kapolri. Kejadian itu pernah terjadi ketika Jenderal (Purn) Timur Pradopo ditunjuk menjadi Kapolri oleh Presiden SBY.
Dalam hitungan minggu, Timur naik dari bintang dua menjadi bintang tiga lalu menjadi Kapolri.
Calon Kapolri Idealnya Berpangkat Bintang Tiga
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Achmad Dimyati Natakusumah, menilai idealnya calon Kapolri berpangkat bintang tiga.
"Ya bursa Kapolri harus bintang 3 ya. Nah, bintang 3 itu ya diharapkan polisi yang masih lama masa baktinya. Kalau bisa Kapolri yang masa jabatannya melebihi habisnya masa presiden, jadi supaya kondusif stabil," kata Achmad.
Selain itu, Achmad meminta agar calon Kapolri ke depan tak dikaitkan dengan SARA (Suku Agama Ras dan Antar Golongan). Siapa pun yang berkompeten berhak menjadi orang nomor 1 di Korps Bhayangkara.
"Kalau menurut saya jangan jabatan-jabatan publik, jabatan polisi tentara terus lainnya itu dikaitkan dengan SARA, jangan itu," ucap dia.
Pernyataan soal SARA itu muncul akibat adanya isu yang menyebut salah satu kandidat potensial yakni Komjen Listyo Sigit Prabowo akan sulit menjadi Kapolri. Sebab Listyo beragama Katolik.
Achmad meminta Jokowi menjawab isu tersebut. Bila memang berkompeten, minoritas tetap memiliki hak yang sama untuk menjadi Kapolri.
"Presiden harus mengambil terobosan, jangan karena minoritas tidak boleh jadi pemimpin, ini bukan dilihat dari situ, dilihat dari kapabilitas kredibilitas," jelas Legislator dapil Banten itu.
Achmad menuturkan, Sigit selama menjabat sebagai Kapolda Banten, justru dekat dengan kiai dan ulama. Baginya, itu menandakan Sigit diterima semua golongan.
Polri Bukan Lembaga Dakwah, Tak Masalah Kapolri Nonmuslim
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni ikut menanggapi terkait calon Kapolri baru. Namun ia enggan berbicara spesifik siapa figur ideal yang cocok menjadi penerus Idham Azis.
Sama seperti Achmad, Sahroni menyebut calon Kapolri yang tepat adalah mereka yang mengemban pangkat bintang tiga, bukan di bawahnya.
"Dari Irjen wajib ke Komjen dulu, tidak serta merta lompat langsung Jenderal Polisi, melalui jabatan bintang tiga dahulu," kata Sahroni.
Sahroni juga mengomentari soal isu SARA yang mulai berembus menjelang pergantian Kapolri. Sebab beredar isu bahwa mereka yang nonmuslim dianggap tak bisa menjadi Kapolri.
Ia menegaskan, ukuran yang mesti dilihat sebagai calon Kapolri adalah soal kemampuan bukan agamanya.
"Polri bukan lembaga dakwah. Polri adalah instrumennya negara untuk Kamtibmas. Jadi, menurut saya enggak masalah (nonmuslim) selama kapabilitasnya bagus," tegas Bendahara Umum NasDem itu.
Kapolri Baru Harus Perkuat Bhabinkamtibmas
Anggota Komisi Hukum DPR, Trimedya Panjaitan, ikut berbicara soal pergantian Kapolri. Ia berpandangan calon Kapolri ke depan harus memperkuat Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat).
"Kapolri ke depan ini harus bisa membawa Polri ini ke arah yang lebih baik, yang harus kuat itu Bhabinkamtibmas," kata Trimedya.
Sebab, jika Bhabinkamtibmas diperkuat, setiap gesekan sosial di masyarakat bisa diantisipasi. Terlebih jika koordinasi dengan Babinsa (TNI) juga bagus.
"Jadi, gesekan-gesekan sosial itu kalau ada Bhabinkamtibmas berkoordinasi dengan Babinsa itu kuat sekali," tutur politikus PDI Perjuangan itu.
Trimedya menuturkan, sejak menjadi pimpinan Komisi III ia kerap menyuarakan pentingnya penguatan pada Bhabinkamtibmas. Anggaran Polri perlu dialokasikan optimal ke Bhabinkamtibmas.
Trimedya berpendapat, deteksi dini ada pada Bhabinkamtibmas. Setiap Bhabinkamtibmas pasti bergaul dengan banyak tokoh masyarakat. Mulai dari Ketua RT lurah, Kepala desa hingga tokoh agama.
Sehingga, menurut Trimedya Bhabinkamtibmas bisa mapping terlebih dahulu terkait ancaman keamanan masyarakat.
"Saya tidak akan bosan mengingatkan itu terus. Karena tugas Polri ini kan dari UU No 2 Tahun 2002. Pasal 13 itu kan pertama melindungi masyarakat, dia mengayomi, penegakan hukumnya pasal 13 Poin C itu nomor tiga, jangan kedepankan penegakan hukumnya," tutup Wakil Ketua MKD DPR itu.