Keguguran adalah aborsi spontan yang terjadi selama masa kehamilan, Bunda. Ini biasanya dialami saat usia kandungan memasuki minggu ke-20.
Mengutip dari Mayo Clinic, sekitar 10-20 persen kehamilan diketahui dapat berisiko berakhir dengan keguguran. Akan tetapi, angka sebenarnya mungkin dapat lebih tinggi karena banyak keguguran yang terjadi pada awal kehamilan, di mana wanita pun belum menyadari dirinya sedang hamil.
Baca Juga : 15 Cara Mencegah Bayi Lahir Prematur, Bunda Perlu Tahu
Selain itu, keguguran memang menjadi pengalaman yang relatif umum terjadi, Bunda. Meski begitu, keguguran tak mudah untuk dihadapi karena melibatkan emosi wanita yang mengalaminya.
Tanda keguguran
Gejala keguguran berbeda-beda, tergantung pada tahap kehamilan. Berikut ini beberapa gejala umum:
Bercak darah yang berat
Perdarahan vagina
Keluarnya jaringan atau cairan dari vagina
Sakit perut yang parah atau kram
Nyeri punggung ringan hingga berat
Jika mengalami tanda-tanda tersebut selama kehamulan, segeralah periksakan diri ke dokter. Tanda ini mungkin bukan keguguran, namun dokter akan melakukan tes terhadap kondisi yang dialami ibu hamil untuk memastikan bahwa kondisinya baik-baik saja.
Penyebab keguguran
Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko keguguran, umumnya itu bukan akibat dari sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh wanita hamil. Merangkum dari berbagai sumber, berikut beberapa penyebab keguguran:
1. Gen yang tidak normal
Kebanyakan keguguran terjadi karena janin tidak berkembang secara normal, Bunda. Selain itu, sekitar 50 persen keguguran pun berhubungan dengan kelebihan atau kekurangan kromosom.
Keguguran yang disebabkan oleh kelainan kromosom lebih sering terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun, Bunda. "Ini karena semua sel telur yang akan dimiliki seorang wanita sudah ada sejak lahir, dan sel telur itu menua bersamanya," kata Stephanie Zobel, MD, seorang Obgyn dari Winnie Palmer Hospital, dikutip dari Parents.
Masalah kromosom ini paling sering diakibatkan oleh kesalahan yang terjadi secara kebetulan saat embrio membelah dan tumbuh. Artinya, ini bukan masalah yang terjadi akibat dari apa yang dilakukan atau yang diturunkan dari orang tua.
Kelainan kromosom dapat menyebabkan:
Blighted ovum: Tidak ada embrio yang terbentuk sama sekali
Kematian janin intrauterine: Embrio terbentuk, namun berhenti berkembang sebelum terlihat atau mengalami gejala keguguran.
Kehamilan mola: Kedua set kromosom berasal dari ayah, tidak ada perkembangan janin yang terjadi.
Kehamilan mola parsial: Kromosom ibu tetap ada, tetapi ayah juga menyediakan dua set kromosom. Biasnya kehamilan ini dikaitkan dengan kelainan pada plasenta, dan janin yang abnormal.
2. Gangguan tiroid
Entah kekurangan hormon tiroid (hipotirodisme) atau terlalu tinggi (hipertiroid), gangguan tiroid dapat menyebabkan masalah infertilitas atau keguguran berulang, Bunda. Laman Malpani Infertility Clinic menjelaskan bahwa dalam kasus di mana fungsi tiroid wanita rendah, maka tubuhnya akan mencoba mengimbangi dengan memproduksi hormon yang justru dapat menekan ovulasi.
Sebaliknya, tiroid yang memproduksi terlalu banyak hormon dapat mengganggu kemampuan estrogen untuk melakukan tugasnya, dan dapat membuat rahim tidak nyaman untuk melakukan implantasi.
3. Diabetes
Wanita yang mengidap diabetes perlu bekerja sama dengan dokter untuk mendapat perawatan primer atau ahli endokrinologi untuk mengoptimalkan kontrol gula dalam darahnya, Bunda.
"Diabetes ketergantungan pada insulin yang tidak terkontrol pada trimester pertama dapat menyebabkan peningkatan angka keguguran, dan risiko cacat lahir besar," ujar Zobel.
4. Komplikasi fisik
Ini merupakan penyebab keguguran yang kurang umum terjadi. Bahkan bila ini terjadi, mungkin akan dialami saat kandungan sudah memasuki trimester kedua atau ketiga.
Beberapa contoh keguguran yang terjadi akibat komplikasi fisik, di antaranya:
Fibroid uterus dapat mengganggu implantasi atau suplai darah ke janin.
Beberapa wanita terlahir dengan septum yakni kelainan rahim yang tidak umum, sehingga dapat menyebabkan keguguran.
Bagi beberapa wanita mungkin ada yang mengembangkan pita jaringan parut di rahim dari operasi atau aborsi sebelumnya. Jaringan parut ini dapat mencegah telur tertanam dengan baik, dan dapat menghambat aliran darah ke plasenta.
Baca Juga : 6 Jenis Keguguran dan Cara Mengurangi Risikonya
5. Gangguan pembekuan darah
Seperti kelainan fisik, keguguran akibat gangguan pembekuan darah seperti Faktor V Leiden menjadi menyebab yang jarang terjadi, namun tetap dapat dialami.
6. Ketidakseimbangan hormonal
Terkadang tubuh wanita tidak menghasilkan cukup hormon progesteron yang dibutuhkan untuk membantu lapisan rahim menopang janin dan membantu plasenta menahannya, Bunda.
"Karena ini tidak terlalu umum, kami biasanya tidak akan mengujinya kecuali seorang wanita mengalami beberapa kali keguguran," kata Jonathan Schaffir, Masisten profesor kebidanan dan ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Ohio.
Schaffir menambahkan bahwa penggunaan obat memiliki kemungkinan untuk dapat meningkatkan keberhasilan pada kehamilan berikutnya.
6. Konsumsi obat, alkohol atau rokok
Kebiasaan hidup yang tidak sehat dengan penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol, serta merokok selama kehamilan dapat menyebabkan keguguran dini, bahkan saat kehamilan sudah memasuki trimester akhir. Bagi ibu hamil, penting untuk mengoptimalkan kesehatan dengan menghindari hal-hal tersebut untuk menghindari atau mengurangi risiko keguguran.
7. Gangguan imunologis dan penyakit kronis
American College of Obstetricians and Gynecologists berpendapat bahwa gangguan autoimun tertentu dapat berperan dalam keguguran hingga berulang, Bunda. Peran pasti dari faktor imunologi penyebab terjadinya keguguran ini rumit.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, Obgyn di Rumah Sakit St. Vincent Fishers di Indiana, Elizabeth Nowacki, menjelaskan bahwa tubuh wanita yang mengalaminya tidak menerima kehamilan terjadi. Selain itu, beberapa penelitian pun telah menemukan bahwa antibodi tertentu bisa menjadi salah satu penyebab paling umum dari keguguran berulang, salah satunya lupus.
"Lupus adalah penyakit autoimun yang dapat menyebabkan peningkatan angka keguguran, seringkali karena antibodi antifosfolipid yang sering dibawa oleh para wanita ini," kata Zobel.
Dia mengatakan bahwa hingga 5 persen wanita memiliki antibodi ini. Sedangkan bagi wanita yang mengalami keguguran berulang, akan lebih besar berisiko keguguran spontan, kematian janin yang tidak diketahui penyebabnya setelah 10 minggu, atau kelahiran prematur sebelum 34 minggu.
Perlu diketahui, tidak ada cara yang tepat untuk mengontrol antibodi ini, Bunda. Namun jika terdeteksi, maka terdapat perawatan yang tersedia untuk mengurangi risiko keguguran.
Sedangkan penyakit kronis yang mungkin terkait dengan keguguran berulang, yakni penyakit jantung, ginjal, dan hati atau liver. Jika ibu hamil mengidapnya, carilah dokter kandungan yang berpengalaman dalam kasus serupa.
Pencegahan dan pengobatan keguguran
Bunda, enggak semua keguguran bisa dicegah. Namun untuk mencegahnya, ibu hamil dapat melakukan beberapa hal agar dapat membantu menjaga kehamilan tetap sehat. Mengutip dari HealthLine, berikut beberapa diantaranya:
Mendapatkan perawatan prenatal secara rutin selama kehamilan.
Hindari konsumsi alkohol, obat-obatan, serta rokok.
Pertahankan berat badan yang sehat sebelum dan selama masa kehamilan.
Hindari infeksi dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun serta air mengalir, dan jauhi atau menghindar dari orang yang sedang sakit.
Batasi jumlah kafein, yakni tidak lebih dari 200 miligram (ml) per hari.
Mengonsumsi vitamin prenatal sesuai resep dokter untuk bantu memastikan ibu, dan bayi mendapatkan nutrisi yang cukup.
Lakukan diet seimbang dengan makan makanan sehat, banyak buah-buahan dan sayuran.
Perlu untuk diingat, keguguran bukan berarti akhir dari segalanya, sehingga ibu hamil tak perlu merasa bersalah. Ini karena kehamilan masih dapat kembali terjadi di masa depan.
Selain itu, kebanyakan wanita yang mengalami keguguran memiliki kehamilan yang sehat di kemudian hari. Oleh sebab itu, tidak perlu merasa khawatir, apalagi sedih berkelanjutan ya, Bunda.
Sementara jika wanita hamil telah mengalami keguguran, maka perawatan yang dilakukan tergantung pada jenis keguguran yang dialami. Jika tidak ada jaringan hamil yang tersisa di dalam tubuh, maka tidak diperlukan perawatan.
Sebaliknya, jika masih ada beberapa jaringan di tubuh wanita hamil, ada beberapa pilihan perawatan yang bisa dilakukan, di antaranya:
Manajemen kehamilan, yaitu menunggu jaringan yang terisasi keluar secara alami dari tubuh.
Manajemen medis, yang melibatkan mengonsumsi obat untuk membantu mengeluarkan sisa jaringan yang tersisa.
Manajemen bedah, yang melibatkan pengambilan jaringan yang tersisa dengan cara pembedahan.
Risiko komplikasi dari perawatan ini sangat minim, jadi Bunda bisa berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan mana yang terbaik. Adapun pemulihan fisik pasca-keguguran bergantung pada usia kehamilan sebelum keguguran.
Baca Juga : Penanganan Tepat Saat Ibu Hamil Alami Abortus Inkomplit atau Keguguran
Setelah keguguran, seorang wanita mungkin mengalami bercak, dan rasa tidak nyaman pada perut. Sementara itu, meski hormon kehamilan bisa bertahan dalam darah selama beberapa bulan setelah keguguran, wanita akan mulai mengalami menstruasi normal lagi dalam 4-6 minggu.
Disarankan untuk tidak melakukan hubungan seks atau menggunakan tampon selama dua minggu setelah keguguran. Setelah keguguran, ada baiknya menunggu sampai siap secara fisik, dan emosional sebelum mencoba untuk hamil lagi. Berkonsultasilah ke dokter jika dibutuhkan.
Hati-hati Bun, 7 Hal Ini Bisa Menjadi Penyebab Keguguran

Hendrik Irawan81 Posts
Belum ada profil